Hatiku Sangat Perih Akibat Hal yang Menurutmu Sepele

Kemarin sore aku pulang kerja di waktu bersamaan dengan sahabatku. Agenda kami sama, menemui pasangan kami masing-masing. Kami berdua mengingkari janji yang kami buat tadi pagi dengan kawan lainnya, main pingpong di sore hari. Bedanya, ia dijemput sedangkan aku janjian di titik tengah dengan pasanganku. Tak masalah sama sekali, yang penting aku bisa bertemu orang yang kusayang.

Pertemuan berlangsung menyenangkan, sebelum hatiku tercabik dengan fakta yang sebenarnya sudah lama ada. Ia minta untuk foto bersama, lalu aku bercanda "kalau tidak diupload buat apa foto?". Lalu tiba-tiba hatiku perih dengan sendirinya. Tenggorokanku tercekat, mengingat semua pikiran buruk tentang diriku sendiri.

...

Mungkin sudah genap 4 tahun, pasanganku tak mau sama sekali mengunggah muka mediokerku ini di sosmednya. Dulu alasannya karena ia memang tak mau muncul saja di sosmed. Tapi bohong, aku tau. Alasan sesungguhnya mungkin karena temannya pernah mengira aku ibunya -wah tua sekali hehe-sehingga ia tak bisa membanggakan tampangku.

Tak mau muncul di sosmed apanya, ia beberapa kali repost momen bersama temannya di medsos. Untuk mencari perhatiannya, aku coba cara yang sama juga, aku tag ia dengan nama terpampang jelas. Tidak direpost, aku baik-baik saja. Sampai akhirnya kepercayaan diriku semakin menciut, saat aku mengunggah hal tentang dia, tag namanya kusembunyikan. Paling tidak, seandainya ia tidak repost aku tidak dianggap excited sendirian oleh mutuals kami.

Lalu, tibalah saat ia semakin berani tampil di medsos, hampir seperti dahulu. Namun, tiap tag dariku tetap tidak pernah diresponnya. Bahkan aku hanya bisa gigit jari melihat teman-temanku lain yang postingan sosmednya selalu dibubuhi komentar hangat atau sekadar love dari pasangannya. Aku tidak pernah mendapatkan itu, terakhir aku tahu storyku justru dihide.

Sampai benang merahnya kutemukan, ia pernah bilang: "Kalau belum resmi menikah, aku tidak akan menampilkanmu di medsosku". Tepat, selama 4 tahun ini ia tidak ada keyakinan padaku. Wajar saja, aku tidak begitu cantik, sering buat kepalanya pusing pula. Tapi harus sejahat itukah?

...

Sepanjang bersamanya tadi malam, aku menghindari melihat wajahnya, karena aku hanya akan menangis melihat eskpresi wajahnya yang kesal padaku. Sepulang dari bertemu dengannya, aku menolah sebentar kepadanya, benar wajahnya kesal*. Setelah berpaling aku langsung menangis kencang sambil mengendarai motor. Banyak orang-orang menoleh padaku, nampaknya mereka bertanya-tanya seperti halnya aku mempertanyakan seberapa memalukan diriku untuk diunggah di medsosnya? Lalu hatiku makin perih saat mengingat ceritanya.

...

Saat ia sudah sukses, akhir-akhir ini ia pamer bahwa banyak perempuan yang ingin berkenalan dengannya. Mungkinkah ada yang ingin dia respon, namun kehadiranku yang selalu ingin nempel membuatnya susah? Mungkinkah ia ingin melepasku dengan tangan bersih (read: membuatku merasa sepi atau tidak dianggap hingga aku berhenti sendiri)? Atau mungkin dengan kondisinya sekarang, ia merasa harusnya dapat yang lebih dariku yang banyak kurangnya ini?

Semakin kupikirkan semakin perih. Kucoba gali alasan baiknya masih belum kutemukan. 

*Jelas bukan tatapan seperti itu yang kuinginkan dari orang yang kusayang saat hatiku muram.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cetak Biru Kasih Sayang untuk Suamiku

Tidak Special di Society, tapi Mustika di Hati

Ibuku yang Telah Bersayap