Sumantri Ngenger: Bukan Lakon Kami
Salah satu indikator pertunjukkan wayang yang berhasil adalah: bisa membuat penonton merinding kagum. Salah satu lakon di kitab Ramayana yang paling mengena bagiku adalah "Sumantri Ngenger".
Sumantri, pemuda sakti yang dikaruniai fisik sempurna.
Adiknya Sukrasana adalah bajang buruk rupa.
Sukrasana sangat sayang pada kakangnya, hingga kemana pun ingin turut serta.
Hingga pilunya Sriwedari mengakhiri segalanya.
Adiknya muncul ingin membantu, namun malu justru merundung jiwanya.
Panah melesat, menyudahi kelanjutan usianya.
Sumantri menangis, singgasana rasa malunya telah dikudeta oleh duka.
Ada persamaan kisah ini dengan hidupku. Mempunyai kakak yang beda ras (LOL).
Ia berkulit putih bersih, memiliki mahkota berkilau.
Namun justru dialah yang menggubah paradigma buatku.
"Kamu cantik dengan kulit coklatmu, rahang alamimu, alis unikmu, dan rambut lebatmu"
Ia menunjukkannya dengan sedikit dosa (re:mengajakku menonton kontes ratu kecantikan dunia).
Di mana wanita berlomba-lomba menjemur dirinya demi kulit coklat.
Delegasi negara dihina karena rambut yang kurang lebat
Alis buatan terlihat mengerikan tebal melekat
Rahang manusia diedit sehingga menimbulkan resiko yang keparat.
Kisah kami berbeda dengan Sumantri Ngenger.
Kami hidup di dunia yang menganggap wanita kulit coklat itu kumal, rambut lurus dianggap lebih indah (dan tentunya kondisi ini menguntungkan kakak saya)
Namun dia menjadi motivator yang unconditional.
Saya tidak terlahir langsung percaya diri, namun Kakak sayalah yang menjadi lingkungan pembentuknya.
Ketika Sumantri malu akan adiknya, ia mengancam panah.
Namun kakak saya justru mengancam panah, saat saya tak mensyukuri eksotisme saya, haha.
Wahai Patih Suwanda, contohlah kakak saya!
Sumantri, pemuda sakti yang dikaruniai fisik sempurna.
Adiknya Sukrasana adalah bajang buruk rupa.
Sukrasana sangat sayang pada kakangnya, hingga kemana pun ingin turut serta.
Hingga pilunya Sriwedari mengakhiri segalanya.
Adiknya muncul ingin membantu, namun malu justru merundung jiwanya.
Panah melesat, menyudahi kelanjutan usianya.
Sumantri menangis, singgasana rasa malunya telah dikudeta oleh duka.
Ada persamaan kisah ini dengan hidupku. Mempunyai kakak yang beda ras (LOL).
Ia berkulit putih bersih, memiliki mahkota berkilau.
Namun justru dialah yang menggubah paradigma buatku.
"Kamu cantik dengan kulit coklatmu, rahang alamimu, alis unikmu, dan rambut lebatmu"
Ia menunjukkannya dengan sedikit dosa (re:mengajakku menonton kontes ratu kecantikan dunia).
Di mana wanita berlomba-lomba menjemur dirinya demi kulit coklat.
Delegasi negara dihina karena rambut yang kurang lebat
Alis buatan terlihat mengerikan tebal melekat
Rahang manusia diedit sehingga menimbulkan resiko yang keparat.
Kisah kami berbeda dengan Sumantri Ngenger.
Kami hidup di dunia yang menganggap wanita kulit coklat itu kumal, rambut lurus dianggap lebih indah (dan tentunya kondisi ini menguntungkan kakak saya)
Namun dia menjadi motivator yang unconditional.
Saya tidak terlahir langsung percaya diri, namun Kakak sayalah yang menjadi lingkungan pembentuknya.
Ketika Sumantri malu akan adiknya, ia mengancam panah.
Namun kakak saya justru mengancam panah, saat saya tak mensyukuri eksotisme saya, haha.
Wahai Patih Suwanda, contohlah kakak saya!
Komentar
Posting Komentar