Travel Around Alone (1)
29 Desember 2014
Kakakku menelponku. Saat itu pukul 08.00. Aku masih bermalas-malasan dengan gadgetku yang tua.
"Heh Keken, kamu katanya pengen baju baru ya?"
"Hah apa sih?"
"Katanya Ibuk kamu mau tamasya gak punya baju baru."
"Iya sih, beliin dong haha."
"Kamu ke Jakarta ya."
"Kapan?"
"Sekarang, buruan pesen tiket bus!"
"Keburu-buru kukuk,"
"Yaudah, paling lambat besok berangkat ke sini."
Apa? Mendadak sekali instruksi dari kakakku ini. Lalu aku mendiskusikannya dengan Ibuku. Ibuku memperbolehkan. Ayahku yang dimintai pendapat juga setuju. Tapi satu hala yang tidak biasa ku lalui. Aku akan pergi ke Jakarta sendirian. Iya, sendiri. Sebenarnya sudah cukup sering aku bepergian tanpa didampingi orang tua ke luar kota, tapi pasti ada guru atau orang lain yang ku kenal. Dan ini tidak, aku benar-benar dilepaskan.
Hari itu aku kebetulan ada janjian untuk jalan-jalan ke pantai bersama teman-teman SMPku. Dan rencana itu hampir batal karena motorku akan digunakan Ibuku untuk membeli tiket bus. Tapi akhirnya teman-temanku bersama-sama menjemput ke rumahku. Acara jalan-jalan di akhir berlangsung sukses dan menyenangkan.
30 Desember 2014
Hari ini, jam 10 aku akan resmi berangkat ke Jakarta. Karena Ibuku kesiangan saat pesan tiket, jadilah aku kebagian tempat duduk paling belakang dekat toilet (huek). Sempat ku khawatirkan nasib hidungku yang sangat sensitif pada bau-bauan aneh. Tapi aku sangat lega, karena beberapa menit sebelum bus tiba Ibuku mendapatkan suatu informasi ralat melalui telpon dari agen bus.
"Bu, mbak Niken tempat duduknya jadinya di kursi nomor 4B." begitu kata Ibuku mengulang informasi yang disampaikan agen bus. Senang sekali rasanya dengan informasi ralat itu
Saat bis tiba, aku segera naik. Kursi 4B rupanya cukup nyaman. Kursi 4A sampingku masih kosong, dan aku sangat penasaran, siapa yang akan duduk di sampingku. Di daerah Punung (Pacitan bagian barat) seorang kakek tua naik dan menempati kursi 4C. Aku bersyukur sekali tidak duduk dengan kakek tua itu. Karena pasti akan sangat awkward.
Di Kabupaten Wonogiri, bus mengahmpiri terminal. Banyak sekali penumpang yang menunggu di sana. Hingga seorang yang berpenampilan seperti preman mendekati aku dan membuat aku terkejut
"Neng, saya duduk di samping neng kan? kursi 4A di samping neng kan?"
"Emm, Iya Pak silakan."
Pria itu mulai mengajakku berbicara
"Neng mau ngapain ke Jakarta?"
"Mau liburan aja Pak. Kalau Bapak?"
"Saya mau cari kerja neng, daripada di kampung jadi pengangguran. Kan mending berusaha daripada maling, merampok, ya kan neng?"
Aku menelan ludah, pikirku kok Bapak muda ini bicaranya maling, rampok dll. Membuat aku jadi takut di transportasi umum ini.
Tapi seseorang memecah keheningan.
"Mbak 4B ini kursi saya mbak!"
"Kursi saya pak." Lalu Bapak yang baru datang itu menunjukkan tiketnya. Bapak itu kebingungan lalu memanggil kondektur.
"Maaf mbak, di tiket mbak tertulis nomor 10C. Itu di belakang. Mohon disesuaikan dengan tiket."
"Tapi Pak, tadi ada ralat dari agen."
"Lebih baik menurut tiket dulu ya mbak."
Dengan kesal aku meraih tasku yang massiv itu, dan menggendongnya sambil terseok-seok ke arah belakang.
Lho! Kursi 10C sudah ditempati. Orang tidur lagi.
"Pak, pak." kataku sambil sedikit menarik lengan bajunya.
"Ha, iya mbak?" katanya sambil tergeragap
"Maaf Pak, ini kursi saya 10 C."
"Loh mbak, ini kursi saya." katanya sambil menunjukkan tiket.
Aku mulai pesimis, jangan-jangan aku tidak kebagian kursi dan harus tidur di lantai bis. Aku mulai panik, dengan terhuyung-huyung membawa tas aku menghampiri kondektur di depan.
"Pak, 10C kok juga sudah ditempati."
"Lha gimana to mbak?"
"Bapak tolong telfon ke agen pak."
"Iya-iya mbak, santai."
*
*
Komentar
Posting Komentar